Minggu, 11 April 2010

Nilai Perusahaan

Enterprise Value (EV) atau dikenal juga sebagai firm value (nilai perusahaan) merupakan konsep penting bagi investor, karena EV merupakan indikator bagaimana pasar menilai perusahaan secara keseluruhan.
Mengapa begitu ? Karena dalam perhitungan EV dimasukkan juga faktor-faktor yang tidak dimasukkan dalam perhitungan kapitalisasi pasar suatu perusahaan. Dibawah ini akan ditunjukkan bagaimana menghitung EV, yaitu :

Enterprise Value = Kapitalisasi Pasar + Utang dengan beban bunga - Kas dan Setara Kas
Dimana, Kapitalisasi Pasar = Harga Pasar Saham x Jumlah Saham Beredar


Tampaknya rumit ya, tapi sebetulnya tidak juga, mari kita coba di contoh berikut :

Misalnya : Perusahaan ABC memiliki 700 juta lembar saham yang ditempatkan dan disetor penuh (angka ini dapat kita peroleh di laporan Neraca pada bagian Ekuitas) dan saat ini diperdagangkan dengan harga Rp 2.000 per lembar saham. Sebagai informasi tambahan, perusahaan ini memiliki uang kas dan setara kas sebesar Rp 300 miliar dan hutang bank dan obligasi sejumlah Rp 500 miliar. Maka perhitungan EV-nya adalah :
Kapitalisasi pasar = 700 juta x Rp 2.000 = Rp 1.400 miliar
EV = Rp 1.400 miliar + Rp 500 miliar - Rp 300 miliar = Rp 1.600 miliar (Rp 1,6 triliun)

Sebagai ilustrasi tambahan, mungkin saja suatu perusahaan memiliki kapitalisasi pasar yang lebih kecil dari contoh di atas, misalnya Rp 700 miliar, namun memiliki hutang dengan bunga sebesar yang lebih tinggi, yaitu misalnya Rp 1,2 triliun. Berdasarkan EV, dapat saja nilai perusahaan akan sama. Terlihat bahwa aspek dari struktur permodalan dari suatu perusahaan juga penting untuk diperhitungkan dalam mengukur nilai perusahaan.

Kenapa utang dan kas diperhitungkan dalam menilai suatu perusahaan? Ibaratkan saja jika perusahaan dijual kepada pemilik baru. Pembeli harus membayar sebesar nilai ekuitas (biasanya pada harga yang lebih tinggi dari harga pasar) dan menanggung utang perusahaan. Dan untuk menilai utang yang ditanggung, si pembeli dapat menguranginya dengan kas yang ada di perusahaan. Dengan kata lain, dalam perhitungan EV utang dan kas diperhitungkan untuk memperoleh nilai wajar perusahaan, bukan hanya sahamnya saja.

P/E Versus EV/EBITDA

Kalau kita sering membaca analisis fundamental saham dari rekomendari para analis saham kita sering menjumpai rasio baik P/E maupun EV/EBITDA. Apakah yang kegunaan keduannya? Dan apa perbedaan kedua rasio tersebut?
Seperti pernah kita bahas dalam artikel tentang P/E atau Price Earning Ratio sebelumnya, rasio P/E berguna untuk menilai murah atau mahalnya suatu saham. Banyak sekali investor hanya mengambil P/E sebagai pembanding dan beranggapan bahwa P/E rendah berarti perusahaan tersebut dijual dengan harga murah. Anggapan ini tidak sepenuhnya benar. Sebab seringkali P/E yang rendah dibandingkan industri malah mengindikasikan adanya masalah pada perusahaan tersebut. Selain P/E menjadi kurang relevan menilai kinerja operasional perusahaan karena distorsi angka laba (rugi) bersih akibat penerapan metode akuntansi pada item laba (rugi) ataupun akibat selisih kurs.

Maka sebagai alternatif, para fundamentalis sering menggunakan EV/EBITDA sebagai pengganti P/E. Seperti namanya rasio ini diperloleh dengan membagi EV (Enterprise Value) dengan EBITDA (Earning Before Interest Tax and Depreciation).
EV berusaha untuk mendapatkan valuasi yang wajar terhadap perusahaan dengan rumus:
EV = Kapitalisasi Pasar + Utang Yang Dikenakan Beban Bunga - Kas
Kapitalisasi Pasar = Harga Saham x Jumlah Saham Beredar


Logikanya, EV menilai perusahaan dengan mencari harga pasar dari sisi kiri neraca perusahaan, yaitu nilai ekuitas dan nilai utang, dan kemudian dikurangi posisi kas perusahaan, yang dimaksudkan untuk mencari nilai bersih dari utang tadi. Dengan demikian ukuran EV lebih fair jika dibandingkan harga saham saja dalam memvaluasi harga wajar perusahaan.

EBITDA, yang perdefinisi yaitu laba sebelum (ditambahkan kembali dengan) beban bunga, pajak, depresiasi dan amortisasi, berusaha mengukur kemampuan perusahaan menghasilkan arus kas yang benar-benar dihasilkan dari aktivitas operasi. Dibandingkan dengan Laba Bersih, EBITDA yang biasanya diambil dari arus kas operasi juga lebih fair dalam mengukur kemampuan perusahaan menghasilkan laba karena bebas dari distorsi penerapan metode akuntansi terhadap item laba(rugi).

Dengan demikian, EV/EBITDA dapat digunakan sebagai alternatif P/E dalam mengukur mahal atau murahnya suatu saham dibanding perusahaan lain dalam industri yang sama.

sumber : http://ciakaren.blogspot.com/2009/02/mengukur-nilai-perusahaan-melalui.html

0 komentar: